Pages

Kamis, 06 Oktober 2011

Kerajaan Bhutan, Dulu dan Sekarang


Bhutan, Sang Negara Naga
 Bhutan merupakan sebuah negara kecil di Asia Selatan yang berbentuk Kerajaan dan dikenal dengan Negeri Naga Guntur. Wilayahnya terhimpit antara India dan Republik Rakyat Cina. Nama lokal negara ini adalah Druk Yul, artinya "Negara Naga". Gambar nagapun didapati di benderanya.

Pemerintahan yang dijalankan dengan kekuasaan monarki absolut berakhir ketika konstitusi baru dan

pemilihan perdana menteri dilaksanakan. Raja Jigme Singye Wangchuck yang memimpin sejak tahun 1972 mengumumkan menggelar pemilu tahun 2008, sekaligus turun tahta. Pengumuman disampaikan dihadapan 8.000 penggembala hewan yak, biksu, petani, dan siswa pedesaan pada 18 Desember 2005. Pengumuman disebarkan melalui harian Kuensel. Sebelumnya, raja memperkenalkan rancangan konstitusi dan menyatakan pensiun pada usia 65 tahun. Atas ide ini, sebagian rakyat tidak sependapat karena kuatir terjadinya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), namun pada tahun 2006 sang raja mengundurkan diri dan digantikan oleh puterandanya.
Peralatan, senjata, dan sisa dari batu membuktikan bahwa Bhutan telah dihuni sejak awal 2000 SM. Para sejarawan telah berteori bahwa negara Lhomon (harfiah, "kegelapan dari selatan"), atau Monyul ("Tanah Gelap", rujukan pada Monpa, penduduk asli Bhutan) sudah ada antara 500 SM dan 600 M. Nama Lhomon Tsendenjong (Negeri Cendana), dan Lhomon Khashi, atau Mon Selatan (negeri 4 tujuan) telah ditemukan dalam kronik Bhutan dan Tibet kuno.

Peristiwa tertulis paling awal di Bhutan adalah lewatnya tokoh suci Buddha Padmasambhava (juga disebut Guru Rinpoche) pada abad ke-8. Sejarah awal Bhutan tidak jelas, karena sebagian besar catatan telah musnah setelah kebakaran di Punakha, ibukota kuno pada 1827. Dari abad ke-10, perkembangan politik Bhutan amat dipengaruhi oleh sejarah religiusnya. Berbagai anak sekte Buddha muncul yang dilindungi oleh berbagai maharaja Mongol dan Tibet. Setelah runtuhnya bangsa Mongol pada abad ke-14, anak-anak sekte itu bersaing satu sama lain demi supremasi dalam bentang politik dan agama, akhirnya menimbulkan naiknya anak sekte Drukpa di akhir abad ke-16.


Hingga abad ke-17, Bhutan ada sebagai fiefdom yang saling berperang hingga dipersatukan oleh lama Tibet dan pemimpin militer Shabdrung Ngawang Namgyal. Untuk mempertahankan negerinya dari penggarongan yang sebentar-sebentar dilakukan bangsa Tibet, Namgyal membangun sebuah jaringan dzong (benteng) tak terkalahkan, dan mengumumkan kode hukum yang membantu membawa raja-raja setempat di bawah kendali terpusat. Banyak dari dzong itu yang masih ada. Setelah kematian Namgyal pada 1651, Bhutan jatuh dalam suasana anarkis. Mengambil keuntungan dari kekacauan itu, orang Tibet menyerang Bhutan pada 1710, dan kembali pada 1730 dengan bantuan orang Mongol. Kedua serang itu berhasil digagalkan, dan gencatan senjata ditandatangani pada 1759.

Pada abad ke-18, Bhutan menyerang dan menduduki Kerajaan Cooch Behar di selatan. Pada 1772, Cooch Behar meminta British East India Company yang membantu mereka dalam mengusir orang Bhutan, dan kemudian dalam menyerang Bhutan sendiri pada 1774. Sebuah perjanjian damai ditandatangani di mana Bhutan setuju mundur dari perbatasannya sebelum 1730. Namun, perdamaian itu renggang, dan pertempuran perbatasan dengan Inggris berlangsung hingga ratusan tahun berikutnya. Akhirnya pertempuran itu menimbulkan Perang Duar (1864–1865), konfrontasi atas mereka yang akan mengendalikan orang Duar dari Benggala. Setelah Bhutan kalah perang, Perjanjian Sinchula ditandatangani antara India Britania dan Bhutan. Sebagai bagian pemulihan perang, bangsa Duar diserahkan kepada Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia dalam pertukaran sewa Rs. 50,000. Perjanjian itu mengakhiri semua permusuhan antara India Britania dan Bhutan.

Selama 1870-an, perjuangan kekuatan antara lembah saingan Paro dan Trongsa menimbulkan perang saudara di Bhutan, akhirnya menimbulkan naik tahtanya Ugyen Wangchuck, ponlop (gubernur) Tongsa. Dari basis kekuataanya di Bhutan tengah, Ugyen Wangchuck mengalahkan para musuh politiknya dan mempersatukan negeri ini menyusul beberapa perang saudara dan pemberontakan antara 1882–1885.

Pada 1907, tahun penting di negri ini, Ugyen Wangchuck dipilih dengan suara bulat sebagai raja pusaka negeri ini oleh majelis rahib Buddha, pejabat pemerintahan, dan kepala keluarga penting yang menonjol. Pemerintah Britania menyetujui dengan cepat monarki baru ini, dan pada 1910 Bhutan menandatangani perjanjian yang membuat Britania Raya ‘memandu’ urusan luar negeri Bhutan.
Setelah India mendapatkan kemerdekaan dari Britania Raya pada 15 Agustus 1947, Bhutan menjadi salah satu negara pertama yang mengakui kemerdekaan India.
Setelah Pasukan Pembebasan Rakyat RRC memasuki Tibet pada 1951, Bhutan menyekat perbatasan utaranya dan mengembangkan hubungan bilateral dengan India. Untuk mengurangi risiko gangguan RRC, Bhutan memulai program modernisasi yang didukung sepenuhnya oleh India. Pada 1953, Raja Jigme Dorji Wangchuck mendirikan badan pembuat UU di negeri itu– Majelis Nasional beranggotakan 130 orang– untuk meningkatkan bentuk pemerintahan yang lebih demokratis. Pada 1965, ia mendirikan Dewan Penasihat Kerajaan, dan pada 1968 ia membentuk kabinet. Pada 1971, Bhutan memasuki PBB, setelah memegang kedudukan pengamat selama 3 tahun. Pada Juli 1972, Jigme Singye Wangchuck naik tahta pada usia 16 setelah kematian ayahandanya Dorji Wangchuck.
Sejak 1988, para imigran Nepal begitupun imigran gelap telah mendakwa Bhutan melanggar HAM. Mereka mengatakan bahwa pemerintah Bhutan bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap penduduk minoritas penutur bahasa Nepalnya. Dugaan itu tetap tak terbukti dan dengan suara keras disangkal pihak Bhutan. Sebagian besar para pengungsi itu tinggal di kamp pengungsian yang dibuat PBB di Nepal tenggara di mana mereka tetap di sana selama 15 tahun.
Pada 1998, Raja Jigme Singye Wangchuck memperkenalkan reformasi politik signifikan, memindakan sebagian besar kekuasaannya kepada PM dan mengizinkan panggilan pertanggungjawaban pada raja oleh dua pertiga mayoritas Majelis Nasional. Di akhir 2003, tentara Bhutan berhasil meluncurkan operasi skal besar untuk meredam para pengacau anti-India yang menjalankan kamp pelatihan di Bhutan selatan.
Sebuah konstitusi baru telah diperkenalkan pada awal 2005[1] yang akan diratifikasi oleh referendum sebelum diterapkan. Pada Desember 2005, Raja Jigme Singye Wangchuck mengumumkan bahwa ia akan turun tahta pada 2008. Sang Raja akan digantikan puterandanya, putra mahkota Jigme Khesar Namgyel Wangchuck. Namun sebelum tahun itu tiba (2006), ia telah turun tahta.
Saat warganya dipandang bebas bepergian keluar negeri, Bhutan sering tak terjangkau orang asing. Kesalahan gambaran meluas bahwa Bhutan telah membatasi visa turis, tarif yang tinggi, dan permintaan pergi dengan tur paket nampaknya menciptakan kesan ini.
Pakaian tradisional buat lelaki Ngalong and Sharchop adalah gho, jubah sepanjang lutut yang diikatkan di pinggang dengan sabuk pakaian yang dikenal sebagai kera. Wanita mengenakan gaun sepanjang pergelangan kaki, kira, yang dijepit di bahu dan diikatkan di pinggang. Kira dipadukan dengan blus lengan panjang, toego, yang dikenakan di bawah lapisan luar. Kedudukan dan kelas sosial menentukan tekstur, warna, dan dekorasi yang menghiasi pakaian. Selendang dan syal juga penanda kedudukan sosial, karena secara tradisional Bhutan adalah masyarakat feodal. Anting-anting dikenakan oleh wanita. Yang menjadi perdebatan, kini hukum Bhutan mengizinkan pakaian ini buat semua warganya.
Nasi, dan lebih banyak lagi jagung, adalah makanan pokok negeri itu. Makanan di perbukitan kaya akan protein karena konsumsi daging, khususnya unggas, yak and daging sapi. Sup daging, nasi, dan sayuran yang dikeringkan yang dibumbui dengan cabai dan keju adalah makanan favorit selama musim dingin. Makanan susu, khususnya mentega dan keju dari yak dan sapi, juga terkenal, dan memang hampir semua susu diubah menjadi mentega dan keju. Minuman terkenal termasuk teh mentega, teh, anggur nasi yang dimasak dan bir. Bhutan adalah satu-satunya negara di dunia yang telah melarang rokoq dan penjualan tembakau.
Olahraga nasional Bhutan adalah memanah, dan kompetisi diadakan secara teratur di sebagian desa, yang berbeda dengan standar Olimpiade yang tak hanya dalam rincian teknis seperti penempatan sasaran dan suasana. Ada 2 sasaran yang ditempatkan lebih dari 100 meter jauhnya dan tem menembak dari satu ujung ke ujung lain. Setiap anggota tim menembak 2 panah per putaran. Olahraga memanah tradisional Bhutan adalah peristiwa sosial dan kompetisi diatur antara desa, kota, dan tim amatir. Biasanya banyak makanan dan minuman lengkap dengan cheerleader menyanyi dan menari yang terdiri atas para pendukung tim yang ikut serta dengan istri-istrinya. Percobaan untuk mengganggu lawan termasuk berdiri di sekitar sasaran dan melucui kemampuan penembak. Anak panah (khuru) adalah olahraga tim yang sama populer, di mana anak panah dari kayu yang berat yang ditunjuk dengan paku 10 cm dilemparkan ke sasaran seukuran kertas 10-12 m jauhnya.

Olahraga tradisional lainnya adalah Digor, yang bisa dikatakan sebagai lempar peluru yang digabungkan dengan pelemparan ladam. Sepak bola adalah olahraga yang lagi populer. Pada 2002, TimNas Bhutan bermain dengan Montserrat - diumumkan sebagai 'Final Lainnya', pertandingan terjadi saat Brazil melawan Jerman dalam Final Piala Dunia, namun saat itu Bhutan dan Montserrat adalah 2 tim berperingkat rendah dunia. Pertandingan itu diselenggarakan di Stadion Nasional Changlimithang Timphu, dan Bhutan menang 4-0. Sebuah dokumenter pertandingan dibuat oleh pembuat film Belanda Johan Kramer. Rigsar adalah gaya musik populer yang kini marak, dimainkan dengan campuran instrumen tradisional dan papan tuts elektronik yang berasal dari awal 1990-an; menunjukkan pengaruh musik pop India, bentuk campuran pengaruh pop tradisional dan Barat. Jenis tradisional termasuk zhungdra dan boedra. Karakteristik kawasan ini adalah jenis benteng yang dikenal sebagai arsitektur dzong.

Bhutan memiliki sejumlah hari libur umum, sebagian berpusar pada festival musiman, sekuler, dan keagamaan, yang termasuk Dongzhi (sekitar 1 Januari, menurut sistem penanggalan berdasarkan peredaran Bulan), Tahun Baru menurut peredaran Bulan (Februari atau Maret), hari UlTah Raja dan perayaan penobatannya, permulaan musim monsun resmi (22 September), Hari Nasional (17 Desember), dan sejumlah perayaan Buddha dan Hindu. malahan hari libur sekuler memiliki nada tambahan keagamaan, termasuk tari keagamaan dan doa keselamatan hari.
Tari Topeng dan sendratari adalah segi tradisional umum pada festival, biasanya disertai dengan musik tradisional. Tarian yang penuh semangat, mengenakan topeng kayu berwarna dan kostum luwes, menampilkan pahlawan, setan, kepala mati, hewan, dewa, dan karikatur orang awam. Para penari menikmati perlindungan kerajaan, dan melestarikan adat rakyat dan keagamaan kuno dan mengabadikan pengetahuan dan seni kuno pembuatan topeng.
Bhutan hanya memiliki satu surat kabar pemerintahan (Kuensel) dan 2 surat kabar swasta yang kini diluncurkan, 1 televisi milik pemerintah dan beberapa stasiun radio FM.

1 komentar: